CNN Indonesia.id
Suara bising, mengganggu, dan tak mengenal waktu. Inilah realita yang kini dirasakan oleh masyarakat di berbagai daerah, akibat maraknya penggunaan knalpot brong oleh sejumlah pengendara motor. Fenomena ini bukan hanya meresahkan, tetapi juga mencederai ketertiban umum dan kenyamanan hidup bermasyarakat. Lantas, di mana peran tokoh adat dan tokoh masyarakat untuk menegur dan memberikan solusi?
Penggunaan knalpot brong, atau knalpot dengan suara bising yang telah dimodifikasi dari standar pabrikan, kini semakin menjamur di berbagai wilayah, terutama di kalangan remaja. Suara bising yang dihasilkan kerap kali terdengar hingga tengah malam, mengganggu waktu istirahat warga, bahkan tidak jarang membuat anak-anak dan lansia merasa terganggu secara fisik dan psikologis.
Di sejumlah daerah, keluhan masyarakat terhadap knalpot brong terus meningkat. Tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma sosial dan hukum lalu lintas.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Polisi lalu lintas sebenarnya telah melakukan berbagai razia dan penindakan terhadap pelanggaran ini. Namun, upaya tersebut belum cukup untuk meredam peredaran knalpot brong, terutama karena sebagian besar pengguna merasa tindakan mereka “biasa saja” atau bahkan menjadi bagian dari gaya hidup.
Dalam konteks ini, peran tokoh adat dan tokoh masyarakat menjadi sangat penting. Di tengah gempuran modernisasi dan lunturnya nilai-nilai kepatuhan, tokoh-tokoh yang dihormati di tengah masyarakat memiliki posisi strategis untuk menegur dan membina generasi muda.
Tokoh adat memiliki kekuatan kultural yang dapat menyentuh hati masyarakat, terutama di daerah-daerah yang masih memegang teguh nilai adat. Sementara tokoh masyarakat, seperti kepala RT, tokoh agama, hingga pemuka pemuda, memiliki kedekatan sosial yang bisa menjadi jembatan untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan kesadaran hukum.
Sayangnya, hingga saat ini, peran mereka masih terkesan pasif dan minim inisiatif. Banyak tokoh masyarakat yang hanya menjadi pengamat, tanpa mengambil langkah nyata seperti mengadakan pertemuan warga, sosialisasi tentang dampak negatif knalpot brong, ataupun mengajak orang tua turut mengawasi anak-anaknya.
Padahal, jika pendekatan dilakukan secara persuasif dan kekeluargaan, bisa jadi upaya pencegahan akan lebih efektif ketimbang tindakan represif dari aparat.
Pesan masyarakat
Sudah saatnya semua pihak bergerak bersama. Pemerintah, aparat keamanan, dan terutama para tokoh adat dan tokoh masyarakat, harus bersatu untuk menegur, membina, dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ketertiban dan kenyamanan lingkungan. Bukan hanya soal knalpot brong, tapi soal membangun peradaban sosial yang lebih tertib, damai, dan saling menghargai.
Karena ketika suara bising dibiarkan, maka jeritan masyarakat akan tenggelam dalam kebisingan yang tidak berujung.
(*)