CNN Indonesia.id,
Opini: oleh Roni
Kota Bukittinggi adalah kota cerita. Tiap sudutnya menyimpan jejak masa lalu: perjuangan, kebudayaan, dan jati diri Minangkabau. Namun, cerita indah itu bisa pudar jika tidak dirawat dan dihidupkan kembali dalam bentuk yang relevan dengan zaman. Di tengah kejenuhan wisata konvensional, Bukittinggi membutuhkan “ledakan baru” di sektor pariwisata—yang bukan hanya menyenangkan mata, tapi juga menggerakkan hati dan pikiran.
Salah satu aset besar yang selama ini luput dari sentuhan adalah penjara lama di Jalan Perintis Kemerdekaan. Bangunan ini bukan sekadar dinding tua—ia adalah saksi bisu kolonialisme, penindasan, dan perlawanan. Tapi alih-alih dijaga dan dirawat, bangunan ini nyaris terbengkalai. Ini bukan hanya kehilangan potensi wisata, tapi kehilangan memori kolektif.
Sudah waktunya Bukittinggi meniru sukses Kota Tua Jakarta, Lawang Sewu Semarang, atau Fort Rotterdam Makassar. Bukittinggi juga bisa. Bahkan harus lebih berani. Bayangkan bila penjara lama itu disulap menjadi Bukittinggi Old Town, pusat wisata sejarah dan budaya hidup, tempat anak-anak muda bisa nongkrong sambil belajar sejarah, tempat wisatawan bisa menangis haru melihat rekam jejak perjuangan, tempat masyarakat bisa menjual kreativitas mereka tanpa meninggalkan akar budaya.
Beberapa ini ada gagasan gila oleh penulis tapi masuk akal untuk di eksekusi
1. Escape Room Sejarah:
Ruang tahanan disulap jadi escape room bertema kolonial, di mana pengunjung harus “kabur” dari sel dengan memecahkan teka-teki sejarah Minangkabau.
2. Silent Theater dalam Sel:
Pengunjung masuk ke ruang gelap sel, dipasangkan headphone, lalu menikmati pertunjukan suara dan cahaya tentang kisah para pejuang dalam sunyi. Sebuah pengalaman emosional yang membekas.
3. Night Tour & Ghost History:
Wisata malam berkonsep haunted history, bukan horor murahan, tapi kisah nyata penindasan, pengkhianatan, dan pengorbanan dalam suasana yang menggugah dan mistis.
4. Digital Wall of Memory:
Dinding interaktif tempat pengunjung bisa “membaca” kisah para tokoh lokal melalui layar sentuh—lengkap dengan arsip, foto, video, bahkan suara mereka.
5. Minang Street Art & History Mural Festival:
Gelar festival mural tahunan di kawasan penjara lama. Anak muda menggambar ulang sejarah Minang di dinding tua—sejarah hidup dari tangan generasi baru.
6. Kafe “Sel Coffe ” & Wisata Kuliner Penjara:
Sel disulap jadi kafe berkonsep “penjara rasa rumah”, menyajikan kopi lokal dan menu khas dalam suasana historis. Setiap makanan punya cerita.
Proyek ini bukan semata pariwisata. Ini adalah perlawanan terhadap lupa. Ini adalah cara Bukittinggi bicara kepada dunia: kami punya cerita, kami tahu cara menyampaikannya. Pemerintah kota, seniman lokal, pelaku UMKM, sejarawan, dan generasi muda—semua harus duduk satu meja. Mari buat sejarah tak hanya dikenang, tapi dihidupkan dan dijual dengan bangga.
Karena sejarah tak layak disimpan di lemari. Ia harus berdiri di panggung. Dan Bukittinggi, dengan penjara lamanya, siap jadi panggung itu.
(R)