Kabupaten Agam, CNN Indonesia.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digencarkan pemerintah sejatinya bertujuan meningkatkan asupan gizi bagi masyarakat, terutama anak-anak dan kelompok rentan. Namun, pelaksanaan di Kabupaten Agam menuai sorotan. Pasalnya, sembilan dapur MBG yang sudah berjalan di daerah ini ternyata tidak melibatkan tenaga ahli gizi maupun koordinasi langsung dengan Dinas Kesehatan setempat.
Kondisi tersebut dinilai sangat disayangkan karena MBG seharusnya bukan hanya soal penyediaan makanan, tetapi juga memastikan menu yang disajikan benar-benar memenuhi standar gizi seimbang. Tanpa kehadiran ahli gizi, dikhawatirkan menu yang diberikan kurang tepat dan tidak memberikan dampak signifikan bagi peningkatan kesehatan masyarakat.
Beberapa pihak menyampaikan bahwa dapur MBG di Kabupaten Agam saat ini lebih banyak dijalankan secara teknis oleh kelompok masyarakat dan pihak ketiga. Walaupun semangatnya patut diapresiasi, namun minimnya pendampingan dari tenaga profesional di bidang gizi bisa berpotensi menurunkan kualitas program.
Menurut informasi yang berkembang, Dinas Kesehatan Kabupaten Agam belum sepenuhnya dilibatkan dalam perencanaan maupun pengawasan menu yang disediakan oleh dapur MBG. Padahal, koordinasi lintas sektor sangat penting agar program ini sesuai dengan tujuan utama yakni perbaikan status gizi masyarakat.
Praktisi kesehatan menilai, keberadaan ahli gizi di setiap dapur MBG mutlak diperlukan. Dengan adanya tenaga ahli, setiap menu bisa dirancang sesuai kebutuhan kalori, protein, vitamin, dan mineral bagi penerima manfaat. Tanpa perhitungan matang, program bisa kehilangan arah dan hanya sebatas penyediaan makanan tanpa nilai gizi yang optimal.
Sejumlah tokoh masyarakat juga mengungkapkan keprihatinan. Mereka menilai pemerintah seharusnya lebih serius dalam melibatkan instansi terkait. Jika Dinas Kesehatan dan ahli gizi tidak dilibatkan, maka keberlangsungan program berpotensi tidak efektif, bahkan bisa menimbulkan pemborosan anggaran.
Selain itu, pengawasan terhadap pelaksanaan dapur MBG juga dianggap masih lemah. Tanpa adanya standar gizi yang jelas, menu yang disajikan bisa sangat berbeda antara satu dapur dengan dapur lainnya. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan ketidakmerataan manfaat bagi masyarakat penerima.
Aktivis sosial di Agam menyebut, program MBG bukan sekadar proyek penyediaan makanan, tetapi investasi jangka panjang untuk generasi sehat dan produktif. Oleh sebab itu, ketidakhadiran ahli gizi dalam dapur MBG adalah sebuah kekurangan serius yang perlu segera dibenahi.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Agam dr.Hendri Rusdian saat di hubungi via Phonecel menyampaikan, Akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan dapur MBG Dengan melibatkan Dinas Kesehatan dan tenaga ahli gizi, kualitas menu bisa lebih terjamin, serta tujuan utama program dapat tercapai secara maksimal.
Ke depan, publik berharap agar pemerintah pusat maupun daerah tidak hanya fokus pada jumlah dapur MBG yang dibuka, tetapi juga pada kualitas penyajian makanan yang benar-benar sehat dan bergizi. Karena pada akhirnya, yang diharapkan dari program ini adalah peningkatan kesehatan masyarakat, bukan sekadar pemenuhan formalitas belaka.
(*)