Jum. Mei 16th, 2025

Article : Menjadi Ibu yang Dirindukan

Spread the love

CNN Indonesia.id – Article : Menjadi Ibu yang Dirindukan

Oleh Dilla, S.Pd, Guru SMPN 2 Bukittinggi

Kegiatan parenting sedang giat-giatnya dilakukan di berbagai sekolah.. Kegiatan ini memang sangatlah penting bagi terjadinya kolaborasi yang baik antara sekolah dan orang tua. Bahwa pendidikan kepada anak akan berjalan dengan baik jika semua bagian mengambil perannya masing-masing.

Sehingga tidak ada lagi orang tua yang beranggapan bahwa sekolah adalah sebuah ‘londry, ketika kain dimasukan kotor lalu keluarnya langsung bersih. Jadi tidak hanya sekolah saja yang berperan dalam pembentukan karakter anak, namun orang tua lah yang paling utama.

Kegiatan parenting ini sering dilakukan setiap awal semester di berbagai sekolah mulai dari Paud, TK, SD, SMP sampai SMA. Kegiatan parenting dilakukan sekaligus dengan muhasabah dan disampaikan dengan sangat menarik dan menyentuh hati oleh para ustad, dan psikolog yang mumpuni di dalam bidangnya.

Salah satunya adalah Ustad Satria Asmal dari Specta, sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan parenting. Beliau sering diundang ke berbagai sekolah dan yayasan untuk memberikan ilmu parenting sekaligus muhasabah kepada para orangtua, guru dan juga siswa.

Hal yang paling penting dalam mendidik anak adalah menanamkan pondasi yang kuat kepada anak-anak. Kita tidak bisa menuntut anak menjadi soleh jika orang tuanya tidak soleh. Ucapan kita kepada anak apalagi seorang ibu, tidak ada hijabnya dari Allah, oleh karena itulah sampaikan saja kata-kata yang baik kepada anak.

Bukankah kita tahu bagaimana seorang ibu Imam Al Sudais, seorang Imam besar di Masjidil Haram dalam berkata-kata kepada anaknya. Ketika Sudais kecil berbuat nakal, kata-kata yang keluar walaupun dalam keadaan marah adalah. “Pergi lah ke sana Imam Masjidil Haram!” Ternyata setelah puluhan tahun kemudian kata-kata ibunya tersebut menjadi kenyataan.

Dalam keadaan marah saja, kata-kata seorang ibu diijabah oleh Allah, apalah lagi dalam keadaan berdoa. Jadi hendaknyalah kita sebagai orang tua harus ‘Kaulan Syadida ucapkanlah kata-kata yang baik. Karena kalau menurut hukum Low Atraction atau hukum tarik menarik. Bahwa apa yang kita pikirkan itulah yang akan terjadi. Makanya pikirkanlah dan katakanlah sesuatu yang baik-baik saja kepada anak kita. Kata-kata akan menjadi role atau cara anak dalam hidup dan bisa menentukan karakter pada anak.

Adapun cara membentuk karakter baik pada anak bisa melalui fikiran, apa yang dilihat anak dan didengar serta apa yang dialami oleh produk pikiran. Selian itu yang cara lainnya adalah melalui perilaku, yaitu apa yang dilakukan, dipikirkan itulah kebiasaan yang akan menjadi karakter seseorang. Anak yang aktif atau hiper aktif atau suka berjalan dan mengganggu kesana kemari adalah mereka yang tidak memiliki saluran untuk beraktivitas.

Makanya mereka mencari cara sendiri agar bisa menyalurkan aktivitasnya, yang kadang menjadikan kita sebagai guru, orangtua dan orang dewasa melihat atau mencap mereka itu ‘nakal’..

Ibu Imam Al-Syudais, selalu mengucapka kata yang baik kepada anaknya, walalupun dalam keadaan marah. “Wahai Imama Al-Syudais, imamnya Masjidil Haram….’ begitulah beliau slelau berucap, walaupun dalam keadaan memarahi anaknya. Selain kata-kata yang baik didengar oleh Allah, maksiat yang dilakukan oleh seorang ibu pun akan berdampak kepada anak nya.

Selanjutnya adalah makanan yang diberikan juga membawa dampak dalam pembentukan karakter si anak. Makanan yang diberikan itu hendaknyalah tidak hanya halal (boleh dimakan saja) tapi juga thoyib yaitu halal cara mendapatknnya.

Ketika mendidik anak ada cara yang tidak baik, maka akan berpengaruh pada karakter si anak, karena ibu adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya.

Jadi seorang ibu adalah tiang utama dalam pengasuhan seorang anak, karena jika ibunya baik, maka anaknya akan baik. Contohnya saja Nabi Musa diasuh oleh ibu yang baik maka anaknya menjadi baik, walalupun dia hidup dengan Fir’aun yang kejam. Nabi Isa juga diasuh oleh Maryam wanita yang baik, maka anaknya juga menajadi baik, bahkan menjadi seorang nabi. Namun akan berlaku sebaliknya, jika ibunya jahat dan tidak baik, maka anaknya juga tidak akan baik.

Sebut saja anak Nabi Nuh, walaupun ayahnya seorang nabi namun karena ibunya tidak baik, mak anaknya juga tidak baik. Sangat banyak pengaruh seorang ibu kepada nak-anaknya, makanya ketika hamil seorang ibu dianjurkan untuk banyak berzikir dan berkata yang baik-baik saja.

Karena hormon endrofin atau hormon kebahagiaan akan menjadikan anak tumbuh dan berkembang juga dengan baik.

Nah, pertanyaannya, siapakah yang paling bertanggung jawab terhadap anak? Sudah pasti jawabannya adalah kedua orang tuanya, karena yang diminta pertanggung jawabannya adalah orang tua yang melahirkan dan membuat si anak terlahir ke dunia. Bukan gurunya, bukan masyarakat atau pemerintah.

Jadi tidak semuanya harus diserahkan ke sekolah, jika dilihat persentase kehidupan sekarang, pendidikan yang utama itu 60% orangtua sisanya baru lingkungan tempat anak itu berkembang dan beraktivitas. Jika orang tua sungguh-sungguh dalam mendidik anaknya, maka kelak di akhirat akan dipasangkan mahkota oleh Allah.

Diibaratkan sebuah rumah, pasti memiliki pondasi, pilar dan juga atap. Pondasi dalam mendidik anak adalah akidah (spritual power) apapun yang dilakukan oleh seorang anak, hubungkan dengan keberadaan Allah. Sementara pilar atau penopang serta tiangnya adalah lingkungan sekitar, termasuk sekolah.

Sekolah lah yang menjadi tempat mengembangkan potensi yang ada pada diri setiap anak. Bagaimana guru di sekolah memberikan stimulus agar potensi yang dimiliki bisa berkembang, karena Allah sudah menitipkan potensi pada setiap manusia baik yang baik ataupun yang buruk (fujur) tergantung kepada kita bagaimana cara mengarahkannya.

Selain itu pola asuh juga memengaruhi karakter pada anak. Jika anak tumbuh manja, maka dia akan menjadi seorang yang egois, anak yang MPO (menarik perhatian orang) karena dia merasa kurang diperhatikan atau kurang diapresiasi.

Hal lainnya yang menjadi piilar atau penopang seorang anak adalah, tingkat kesolehan orangtua dan juga gurunya (kualitas SDM)nya. Sebagai orang tua jangan sembarangan saja menitipkan anak lembaga pendidikan, tanpa tahu visi dan misi serta lingkungan tempat mereka berkembang dan banyak menghabisakan hari.

Nah, yang menjadi atap dalam pengasuhan adalah pola, cara atau strategi dalam membersamai si buah hati. Jika ayah tidak dekat dengan anaknya maka anak akan mengalami spech delay atau mengalami gangguan dalam berbicara. Karena sejatinya, ibu memberi kasih sayang, kelembutan, dan kecerdasan. Sedangkan ayah memberikan keteguhan dan keberanian dalam menjalani kehidupan. Ayah dan ibu harus bersinergi dalam termasuk sekolah.

Sekolah lah yang menjadi tempat mengembangkan potensi yang ada pada diri setiap anak. Bagaimana guru di sekolah memberikan stimulus agar potensi yang dimiliki bisa berkembang, karena Allah sudah menitipkan potensi pada setiap manusia baik yang baik ataupun yang buruk (fujur) tergantung kepada kita bagaimana cara mengarahkannya.

Selain itu pola asuh juga memengaruhi karakter pada anak. Jika anak tumbuh manja, maka dia akan menjadi seorang yang egois, anak yang MPO (menarik perhatian orang) karena dia merasa kurang diperhatikan atau kurang diapresiasi.

Hal lainnya yang menjadi pilar atau penopang seorang anak adalah, tingkat kesolehan orangtua dan juga gurunya (kualitas SDM)nya. Sebagai orang tua jangan sembarangan saja menitipkan anak lembaga pendidikan, tanpa tahu visi dan misi serta lingkungan tempat mereka berkembang dan banyak menghabisakan hari.

Nah, yang menjadi atap dalam pengasuhan adalah pola, cara atau strategi dalam membersamai si buah hati. Jika ayah tidak dekat dengan anaknya maka anak akan mengalami spech delay atau mengalami gangguan dalam berbicara. Karena sejatinya, ibu memberi kasih sayang, kelembutan, dan kecerdasan.

Sedangkan ayah memberikan keteguhan dan keberanian dalam menjalani kehidupan. Ayah dan ibu harus bersinergi dalam pengasuhan anak, karena kedunya memiliki tanggung jawab yang sama. Ibaratkan sebuah sekolah, ayah adalah kepala sekolahnya dan ibulah yang menjadi gurunya. Nah, para ibu jadilah seorang ibu yang dirindukan oleh anak-anaknya, karena petaka sebuah pengasuhan adalah ketika ibu tidak lagi dirindukan.

Biodata Penulis Dilla, S.Pd. lahir di Bukittinggi, pada tanggal 8 Juni 1981. Beralamat di Jl. H. Abdul Manan No. 49, Simpang Guguk Bulek, Bukittinggi.

Saat ini mengajar di SMPN 2 Bukittinggi. Telah menerbitkan 4 buku tunggal dan puluhan buku antologi.

Aktif menulis di berbagai media Massa cetak dan online dalam dan luar negeri. Penulis bisa dihubungi melalui email, dillaspd6@gmail.com, facebook: Espede Dilla, Instagram: @dilla.spd dan telegram: dilla S.Pd blog: www.dillaspd.my.id Nomor

Kontak dan WA: 081363320742

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *